Thursday, October 22, 2009

My Sister's Keeper Movie: Hey, there's no a keeper inside!



Just one of my favorite novel. Cerita yang sangat menyentuh dan membuat dapat membawa diri kita seutuhnya masuk ke dalam cerita ini. Bagaimana seorang anak bernama Anna memperjuangkan hak atas tubuhnya sendiri. Anna memang dilahirkan dengan faktor kesengajaan ketika kedua orang tuanya memprogramkan dirinya lahir ke dunia ini hanya untuk menyelamatkan kakak tercintanya, Kate, dari penyakit mematikan. Dengan berbagai kemisteriusan dalam jalan ceritanya dan akhir cerita yang sangat mengejutkan, saya sampai menangis membaca cerita ini. Begitu mendengar novel ini akan diangkat ke layar lebar, saya sangat antusias untuk segera menontonnya. Sekitar beberapa bulan lalu saya akhirnya mendapatkan DVDnya. Dan kekecewaanlah yang malah saya dapatkan begitu selesai menonton film ini. Pertama, Sarah Fitzgerald, ibu dari Anna yang notabene seorang pengacara dan ibu rumah tangga diperankan oleh Cameron Diaz yang menurut pendapat saya lebih cocok mewakili karakter perempuan enerjik, sedikit nakal, dan "tukang have fun". Hmm, umurnya pun saya kira terlalu muda untuk seorang Cameron Diaz mempunyai anak-anak remaja. Bagian itu menurut saya terlalu 'maksa'. Kedua, dan ini yang sebenarnya paling membuat saya tidak terima, Kate lah yang meninggal di film ini! How come?? Sementara di novelnya Annalah yang akhirnya meninggal, dan itulah kenapa cerita ini diberi judul: My Sister's Keeper! Kalau Kate yang tetap meninggal lalu apa arti dari judul My Sister's Keeper itu?? Since there's no keeper on that story. Saya sampai memutar beberapa kali bagian terakhir dari DVD, takutnya ada beberapa scene yang terlewati mungkin karena DVDnya rusak atau apalah, namanya juga DVD bajakan. Tapi tetap saja ceritanya sama juga. Saya masih tidak rela, sampai-sampai saya searching di internet, ternyata banyak juga orang yang kecewa dengan ending film ini yang berlawanan dengan cerita asli dari novelnya. And the biggest question on my head is: How could Jody Picoult let the movie ruin her story?? D'oh!


Vampire Diaries: Another Vampire Story



Iseng-iseng cari serial tv baru. Kata "mbaknya" bilang serial Vampire Diaries lagi laku banget. Atas dasar rasa penasaran saya yang terkadang berlebihan (padahal saya sudah tidak begitu tertarik, vampire story: pasti gak jauh-jauh kayak twilight..), akhirnya saya belilah serial tv ini yang baru memasuki 6 episode. Okay, setelah saya tonton, ternyata perkiraan saya benar. Biasa. Pemeran utama pria kurang menarik. Ceritanya tipikal cerita cinta vampire. Terus.. Oh baiklah, saya gak akan melanjutkan lagi, just watch it! :)

Wednesday, October 21, 2009

I love you, in a really, really big pretend to like your taste in music, let you eat the last piece of cheesecake, hold a radio over my head outside your window, unfortunate way that makes me hate you, love you.




Okay, seems like it's too long for the title, right? But that's the point on my posting anyway. Untuk orang-orang yang hobi nonton serial tv Grey's Anatomy mungkin pernah mendengar judul postingan saya diatas. Di episode itu Meredith (atau Grey, sama saja) mengatakan kalimat yang sama persis dengan judul postingan ini kepada Derek. Bisa dilihat kan, Meredith loves Derek so much sampai-sampai mau berusaha suka apa yang Derek suka padahal Meredith ngga suka sama sekali. Kalimat lanjutannya, kalimat pamungkasnya Meredith yang melegenda di dunia "per-quotes-an": SO PICK ME, CHOOSE ME, LOVE ME. Damn, do you think Meredith just throw herself alone with those words she said? Kalau yang belum pernah nonton dengan lantang pasti menjawab "Absolutely!". Tapi saya pribadi, terkagum-kagum dengan apa yang dikatakan Meredith, berani banget ya Meredith.. Salute! Itu cuma ekspresinya seorang Meredith dalam mengungkapkan kecintaannya kepada Derek, apa salahnya kan?

Kita, seringkali mengalami situasi yang sama dengan apa yang dialami Meredith. When we fall in love to someone, sometimes we become "I love-what you love" person. Langkah pertama berusaha mengetahui hobi pasangan. Dan kemudian berpura-pura mempunyai hobi yang sama. Berpura-pura menikmati hal-hal yang disukai pasangan hanya demi menarik perhatiannya. Oh, salah satu dari kalian yang membaca postingan ini pasti tersenyum atau tertawa atau berteriak "That's me!". Well, okay.. Saya juga. Saya pernah melakukannya. Dia menyukai satu band. Saya tidak. Dikarenakan yang namanya jatuh cinta, saya berpura-pura menyukainya. Tapi untung saya tidak begitu lebainya sampai saya bicara berlebihan ini itu soal band itu. Saya hanya duduk manis, tersenyum, dan bicara secukupnya "Iya, enak..".

Saya tidak mau membicarakan dari sudut pandang telah melakukan sebuah kebohongan. Bukan, bukan itu pointnya. Saya lebih tertarik bagaimana Meredith (atau saya atau siapapapun itu yang juga melakukan kebohongan tipe ini) berkorban demi orang yang dicintainya. Berkorban? Pasti ada yang berpikir terlalu pagi untuk mengkatekagorikan itu sebuah pengorbanan. But have you ever heard that a small thing surely posible become a big thing when it's all about the L word (love anyway..)? Ok, tidak perlu didengar, harusnya dirasakan. Seorang pria mengantarkan pasangannya berbelanja, pretending everything's okay, padahal sudah bosan dan pegal setengah mati. It's a small sacrifice, (it's a small lies also, but hey it's a white lies ^.^) but it means a lot to your loved one. Teman saya, seorang wanita menemani pasangannya bermain basket, padahal ia sama sekali tidak suka; sudah panas, lama, gue nunggu sendiri lagi di pinggir lapangan. Tapi kenyataanya ia tetap melakukan itu berulang kali dan berpura-pura menyukai apa yang dia jalani di depan si pria. And again, it's a small sacrifice, but it means a lot to your loved one.

Saya bukan menyarankan agar menjadi orang yang suka berpura-pura. Tapi terkadang untuk beberapa hal kecil, do the white lies is fine.. :)


Thursday, October 15, 2009

I have no reasons.

pic by cat woman_amy

People do this or that things because of some reasons. My friend has a big crush for a guy for a reason; “He always remember the details, and I love it!”. Another friend resigned from her work because she wants to be a housewife. Another friend decided to propose his ex-girlfriend because he said he falling in love since the girl painted him in a canvas of love. A too dramatic reason, but it his own reason, what could I say? Everyone get their owns reason. No matter it good or bad.

So do I. I resigned from my work because of these reasons: I had the worst GPA ever since I did work, I’ve to prepare my skripshit, the office’s stuffs, and a personal reason. I am choosing the Britney thing on my skripshit because I think I should have a bid of ‘fun stuff’ on that heavy-damn-job, to make some colors on it. I’ve decided to wore the short not the skirt yesterday because I’ve inspired by Woori. Yea, did you see that? Every single thing that we’ve done has reasons.

I’ve found that sometimes, well not sometimes, rarely, we having no reasons for things that we’ve done or happened in our life. I’ve been falling in love with a guy. I really don’t know why-oh-why I could fall in love with him. Okay he’s fun to be with, but hey, some friends could do that. His physic? Duh, I don’t care about the physical things. His “I don’t care to anything-attitude”? Haha, it might be, but I don’t think so. His musicality? Yes a bid of, but doesn’t enough to be a reason. The way he talks? The way he makes a joke? The way he moves? The answer: No, no, and no! Then I stopped looking for the reasons. I don’t really need it. So if he changes to someone who doesn’t have my–reason-to-be-in-love, then my feeling won’t change. Is it makes a sense? :)

Welcome Back! :)

Malam ini saya iseng membuka blog saya yang sudah saya "lupakan" selama empat tahun. Banyaknya situs pertemanan selama ini, seperti Friendster atau Facebook yang sedikit banyak membuat saya tidak pernah menuangkan tulisan saya di blog ini. Oke, start from today, saya janji akan mulai menulis disini lagi! Hmm, saya juga akan memindahkan dulu tulisan-tulisan saya di beberapa blog lain ke blog utama saya ini. Enjoy!


-winda-